Restored

Apa yang lebih berbahaya dari meragukan adanya Tuhan?

Ya, mengganggapnya ada tapi mengacuhkannya

-k-

 

Hari-hari yang ada akan selalu mengantarkan kita kepada suatu pagi yang tergesa-gesa dan selalu berakhir pada malam yang terlalu lelah. Ada beberapa orang yang kita sapa, yang kita tanya, yang kita cerita, namun pada akhirnya kita selalu lupa untuk menyapa, bertanya dan bercerita kepada satu Pribadi. Kelelahan menjalani rutinitas dan mencoba menyelesaikan berbagai masalah dengan kekuatan sendiri menguras tenaga, emosi serta hati. Dan itu berulang terus setiap harinya, sampai weekend tiba.

Weekend tiba adalah saat untuk mengurus diri, memanjakan diri, menyenangkan diri, menenangkan diri. Tak jarang berbagai aktivitas pun dilakukan untuk berupaya menyembuhkan diri dari hantaman keras rutinitas, sekedar untuk menjadi pulih atau untuk kabur dari stress rutinitas, Istilah kerennya escape trip. Lari menjauh, sejauh mungkin sehingga kita bisa melupakan sejenak untuk mengobati diri dari belenggu dan tekanan keseharian.

Ada yang memilih untuk mengurung diri seharian di rumah untuk sekedar melepas penat dengan tidur seharian, atau juga sengaja membuat alasan “family time” untuk mengindari kemacetan di kala senja. Menghabiskan weekend di rumah dirasa menjadi cara ampuh untuk mengobati diri dengan cara gratis. Membaca buku, bermain game, bermain social media, mencoba untuk mencipta lagu, menonton film streaming hingga memanjakan diri menjadi pilihan optimal merancang pengobatan pribadi.

Apakah itu menyembuhkan? Apakah itu melegakan? Apakah itu menjawab pertanyaan? Apakah itu menjadi sumber kekuatan?

Aaaahh…. Senin akan selalu datang sehabis minggu, rutinitas akan selalu mengkekang setelah menikmati sejenak waktu… dan ini akan selalu berulang setiap harinya sampai kita menjadi tua, renta, tak berdaya, berkursi roda.

Lingkaran rutinitas yang akan mengecil setiap pekannya, membuat kita menyadari bahwa segala sesuatu adalah sia-sia. Sia-sia mengejar uang yang nantinya akan terpakai tiba-tiba, sia-sia mengejar karir yang nantinya kita akan terkungkung di dalamnya, sia-sia mengejar kepatuhan dari bos dengan harapan ada kenaikan gaji atau jabatan, sia-sia mengejar Side Job-an demi sebuah uang tambahan karena semua akan berakhir di dalam jamban melalui peut, Sia-sia melakukan escape trip, karena pada akhirnya semua hanya akan menjadi sebuah mega bite dalam memori Foto yang kepenuhan dan akan terhapus juga suatu saat nanti. Segala sesuatu adalah sia-sia, dibawah kolong langit ini!

Lalu datanglah suatu siang pada sebuah weekend, dimana didorong untuk coba rehat sejenak mendengarkan dan mengamati sebuah cerita. Adakah jawaban di dalamnya? Adakah Solusi untuk kesia-siaan di dalamnya? Semoga ada.. Harus ada… jika tidak,semua menjadi sa-sia. Tidak tau apakah ini film berdasarkan kisah sesungguhnya atau hanya karangan sang sutradara, yang jelas ini adalah seri kedua dari filmnya. Yang pertama mampu membuat hati bergetar. God’s is not Dead, Isn’t HE?

Dari kisah itu, saya tau bahwa Tuhan selalu hadir di hari-hari kita. Ia tidak tertidur bahkan sedetikpun. Ia adalah kekal, waktu tidak pernah menuntut atasNya, waktu tidak sanggup menutup kesetiaaNya kepada kita. Ia selalu mengawasi, menjaga, menyertai bahkan menggendong kita. Lantas, kenapa aku tidak merasakannya? Lantas kenapa kepalaku selalu pusing untuk menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawab kantor? Lantas kenapa aku selalu pusing ketika membahas mengenai rencana masa depan? Lantas mengapa aku kembali pusing ketika membahas pernikahan?

Jawabannya hanya satu, Dia ada tetapi sering aku acuhkan. Dengan sombongnya aku sering menggangap kuat diriku, menganggap jago semua keahliahku, mengganggap hebat semua bentuk promosi diri yang aku gembar-gemborkan untuk bisa meraih simpati atau penghasilan lebih baik, mengganggap mampu melakukan segala sesuatunya dengan tergesa-gesa. Kelemahan terbesar manusia adalah ketika dia menganggap mampu melakukan semuanya sendirian. Kelemahan terbesar manusia justru adalah saat dia merasa kuat melakukan segalanya. Dan Tuhan menjawab semuanya itu dalam sebuah kalimat sederhana, “ Justru dalam kelemahanmu, engkau membutuhkan Aku…”.

Sesederhana itu….

Solusi untuk segala kesia-siaan adalah berada dalam kelemahan kita. Dengan menjadi lemah, tentunya kita akan memohon pertolongan Sang Pemberi Kuat. Dengan merasa tidak mampu, kita akan berdoa memohon kekuatan kepada Sang Pencipta. Dengan merasa tidak berdaya, kita akan membutuhkan uluran tangan siapa saja, terutama Sang Penolong. Dan dalam semuanya itulah, Kelemahan kita menjadi sempurna. Sempurna untuk menjadi kekuatan, sempurna untuk bersiap bangkit, sempurna untuk berjalan bersamaNya, sempurna untuk kembali merangkai puing-puing masa depan di dalamNya.

Thanks God…..

-k-

Leave a comment